Search This Blog

Kaum Intelektual dan Sosialisme (Bagian 1)


Hasil gambar untuk pemikir

Tulisan ini dibuat pertama kali oleh Friedrich A. Hayek pada tahun 1949. Hayek adalah penerima penghargaan Nobel Ekonomi, terkenal atas bukunya “The Road to Serfdom” (1944) yang menjadi buku utama pengkritik kebijakan sentralistik Barat pada waktu itu. Esai ini menjelaskan bagaimana kelompok baru yang bernama intelektual mempengaruhi pengambilan kebijakan pemerintah di negara-negara demokratis. Hayek juga melihat kecenderungan kaum intelektual pada waktu itu, yang cenderung memihak ideologi sosialisme dibandingkan liberalisme. Sebagai catatan, istilah “sosialisme” yang Hayek gunakan dalam esai ini adalah ideologi kiri umum yang mencakup Marxisme, komunisme, sosialisme demokratis, hingga Keynesianisme yang oleh Hayek dianggap sebagai awal menuju otoritarianisme.

Di negara demokratis, terutama di Amerika Serikat, pernah berlaku kepercayaan yang kuat bahwa pengaruh intelektual terhadap politik tidak begitu penting. Tidaklah meragukan bahwa kekuatan sejati dari kaum intelektual adalah membuat opini yang tidak biasa dalam rangka mempengaruhi momentum pembuatan keputusan, dimana mereka dapat menggoyang pilihan orang banyak dengan pandangan yang berbeda dari pandangan masyarakat kebanyakan saat itu. Tapi agaknya, kaum intelektual sudah lama tidak pernah menggunakan pengaruh besar seperti yang mereka lakukan saat ini di negara-negara demokratis. Kekuatan yang mereka gunakan dengan cara membentuk opini publik.

Dalam sejarah belakangan ini, kekuatan menentukan dari kelompok “pedagang barang bekas profesional” (professional secondhand dealers) dalam dunia gagasan belumlah secara umum disadari. Pembangunan politik Dunia Barat dalam seratus tahun belakang memberikan petunjuk yang sangat jelas. Sosialisme, pada awalnya tidak pernah menjadi dan bukan merupakan sebuah ideologi utama perjuangan kelas pekerja. Sosialisme bukan berarti solusi yang pasti untuk kepentingan yang serta-merta dituntut oleh kelas pekerja. Pemikiran tersebut merupakan konstruksi teori yang diperoleh dari kecenderungan tertentu sebuah pemikiran abstrak yang sudah lama sangat akrab dengan kaum intelektual; sosialisme membutuhkan usaha yang panjang dari kaum intelektual sebelum kelas-kelas pekerja bisa diyakinkan untuk mengadopsi sosialisme sebagai program mereka.

Di semua negara yang bergerak menuju sosialisme, tahap pembangunan dimana sosialisme menjadi faktor penentu dalam politik telah dimulai bertahun-tahun lalu, saat idealisme sosialis menguasai pemikiran banyak para intelektual aktif saat itu. Di Jerman, tahap ini telah dicapai pada akhir abad 19; di Inggris dan Prancis, sekitar periode awal Perang Dunia pertama. Untuk pengamat biasa, Amerika Serikat tampaknya sudah mencapi tahap ini setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua dan saat ini daya tarik sistem ekonomi terencana dan terpimpin menguat seperti yang terjadi di Jerman dan Inggris. Pengalaman menunjukkan bahwa ketika fase ini sudah tercapai, maka hanya tinggal menunggu waktu sampai pandangan yang dipegang kaum intelektual ini menjadi kekuatan yang mengatur politik.

Dengan demikian, karakteristik dari proses dimana pandangan para intelektual mempengaruhi politik di masa depan akan lebih dari sekedar kepentingan akademis. Kalaupun kita hanya berharap untuk meramal atau berusaha untuk mempengaruhi peristiwa yang terjadi, maka ini adalah faktor dari kepentingan yang lebih besar daripada yang umumya dipahami. Apa yang dilihat pengamat saat ini sebagai pertarungan konflik kepentingan sebenarnya seringkali telah diputuskan jauh sebelum benturan ide dibatasi dalam lingkaran yang sempit.

Ironisnya, secara umum hanya partai-partai Kiri yang telah banyak bekerja dalam menyebarkan kepercayaan terhadap kekuataan angka dari kepentingan material lawan yang menentukan isu-isu politik, sedangkan dalam praktiknya partai-partai yang sama secara sukses dan terus-menerus berperan seolah-olah mereka mengerti posisi kunci para intelektual.  Entah sebuah hal yang telah dirancang atau didorong oleh keadaan, mereka selalu mengarahkan usaha utama mereka dengan meraih dukungan “elit” ini, sementara banyak kelompok konservatif juga telah bertindak secara terus-menerus namun tidak berhasil untuk mendorong pandangan yang lebih naif mengenai demokrasi massa dan biasanya dengan sia-sia  berusaha mengarahkan sasaran langsung untuk menjangkau dan membujuk pemilih individu.

No comments:

Post a Comment

komentar

Ke Mana Semua Kekuasaan Menghilang ?

Bidang politik pun semakin banya ilmuan yang meng-interprestasikan struktur politik manusia sebagai sistem pemprosesan data. Sebagai mana ...